Senin, 01 Maret 2010

Mungkin masalah banjir Jakarta ini sudah ribuan kali didiskusikan juga di banyak tempat sejak jaman Majapahit…he..he..he ini hiperbolik… skale.
Coba aja tentang perubahan penutupan lahan. Kawasan Bogor – Puncak selalu menjadi sasaran makian, karena memang sudah banyak terjadi perubahan penutupan lahan disana. Kalau tidak ada perubahan dari vegetasi menjadi material “kedap air” maka tidak akan terjadi banjir di Jakarta, kata banyak orang. Pepohonan di bukit dan lereng gunung Gede – Pangrango memang sudah terkonversi menjadi beton bangunan dan aspal jalan. Yang tadinya terdapat pepohonan rimbun berubah menjadi taman dan kolam renang. Akibatnya, air hujan yang mampir ke bumi akan menjadi kencang larinya di permukaan, tanpa sempat terserap ataupun menetap sejenak, langsung menuju sungai. Ci Liwung, sungai utama dari Puncak yang ujungnya di Jakarta, menjadi “kambing hitam” he...he
yang abadi kasian deh kambingnya.
Nah jika kemudian bangunan vila-vila mewah (sebenernya banyak juga sih vila kumuhnya) dibuldozer, apakah dengan demikian kondisi membaik? Mengubah penutupan lahan adalah “gampang”, dari bangunan kemudian menjadi pepohonan rimbun dalam waktu sehari juga bisa. Tapi bagaimana dengan kondisi tanahnya..?
Bagaimana daya serapnya (infiltrasi)terhadap air hujan.? Pemulihan ini sulit direkayasa.
Apa bener banjir Jakarta sepenuhnya “kesalahan” Ci Liwung..? Seberapa besar sih pengaruh DAS (Daerah Aliran Sungai) Ci Liwung terhadap kontribusi banjir Jakarta. Dari berbagai berita dimedia massa, yang kebanjiran itu lokasinya banyak yang jauh dari Ci Liwung, kok. memang banyak tempat di Jakarta yang mempunyai cekungan. Ini berarti jika air berlimpah dari langit maka daerah cekungan tersebut rentan banjir. Lho, ‘kan ada selokan, got, atau apalah namanya yang gunanya untuk mengalirkan air… :
janganlah berharap banyak dengan kondisi got, sebesar apapun dibuat maka air akan berebut tempat dengan sampah…jakarta gitu loh.
untuk membebaskan banjir di Jakarta. biar bagaimana pun sungai yang masuk Jakarta mempunyai andil. Karena itu ada baiknya kalau dibuat sensor canggih dalam suatu sistem pengamatan . Sensor ditempatkan dibeberapa sungai utama yang dituduh selalu mengirim banjir ke Jakarta. Sensor bisa merekam semua data tentang fisik sungai (kecepatan air, volume, debit, dlsb-lah) dan langsung dikirim pada pusat pengendali sistem, dimana bisa dilihat oleh pengambil keputusan agar segera bisa keluar tingkatan Siaga kek, waspada kek . Jadikan sistem ini semacam TEWS (Tsunami Early Warning System) yang dipasang di Aceh dan pantai barat Sumatera..yang kena tsunami 26 desember 2004 itu lho....masih ingat khan????karena bencana ini sangat dahsyat penulis tuangkan dalam sebuah puisi "TSUNAMI" baca donk.....
Jangan sampai suatu ketika anak-anak Jakarta bermain bersama
Spongebob Squarepants di jalan-jalan protokol… Tau kan si Spongebob, itu lho tokoh kartun yang tinggal di Bikini Bottom, kota indah tetapi di dasar laut… Kalo sampe begitu, berarti Jakarta Underwater terjadi…bener-bener mas... tapi jangan takut Allah akan selalu melindungi umatnya yang selalu berdo'a. Amien...sahabat2 yang berdomisili di jakarta, sabar ya bersahabat karib dengan banjir.Suatu saat akan terpecahkan masalah ini. Amien...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar